Pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho


           

Setelah tahun baruan, tanggal 2 kemarin saya mendaki gunung Lawu. Sengaja gak pas tahun baru karena pasti rame banget. Gunung lawu ini letaknya ada di perbatasan Jawa Tengah - Jawa Timur  dan masuk dalam wilayah 3 kabupaten; Karanganyar, Ngawi, dan Magetan. Untuk sampai puncak Lawu ada 3 jalur, via Cemoro Sewu, Cemoro Kandang, dan yang akan saya lewati hari ini via Candi Cetho. Sebenarnya ada 2 jalur lain yaitu via Jogorogo dan Singo Langu, tapi jalur ini masih jarang dilalui dan kayaknya belum sepopuler 3 jalur lainnya.
           
Ini adalah pendakian ketiga saya ke gunung Lawu via Cetho, memang jalur ini menjadi salah satu jalur pendakian favorit saya. Suasana jalur pendakiannya hingga sabana Bulak Peperangan dan telaga di Gupakan Menjangan bisa bikin capek langsung hilang.
           
Bareng salah satu teman namanya Amar, dari Jogja saya berangkat setelah subuh. Naik motor sambil nikmatin sunrise  yang makin lama makin keatas bikin mata lumayan silau juga. Tapi perjalanan harus tetap lanjut walau mata agak perih biar gak kesiangan sampai basecamp. 
       
Setelah mampir-mampir buat sarapan, beli logistik, dan mengais sisa-sisa saldo atm yang ternyata gak ada, sekitar jam 8 pagi sampai juga di basecamp. Setelah parkir motor yang biayanya 10.000/motor, ngopi-ngopi dulu enak nih kayaknya sambil lurusin kaki. Lumayan 3 jam kaki nekuk terus dari Jogja. Niat awal sih istirahat paling satu jam sebelum mulai ndaki, tapi selain karena mager, basecamp cetho ini emang nyaman banget. Karena udah di ketinggian 1.400an mdpl pemandangan perkotaan terlihat indah dari sini. Akhirnya pendakian baru mulai sekitar jam 11 siang.

***

Basecamp – Pos 1
Dari basecamp jalan lewat tangga yang ada di samping candi Cetho. Setelahnya ada pos simaksi, disini kita akan diminta untuk mengisi data diri, tanggal naik-turun, dan membayar retribusi 15.000/orang. Jalanan mulai berganti jadi tanah, sedikit turun ada sungai kecil, jalan nanjak dikit dan di sebelah kanan akan kelihatan candi Kethek. Nah setelah candi ini pendakian sebenarnya baru dimulai.
Trek masih di dominasi dengan tanah, melewati perkebunan warga, dan sedikit nanjak, lumayan buat pemanasan. Saran aja sih, walau jalannya gak nanjak banget usahain buat jalan perlahan aja, jangan langsung ngegas, jalur via candi Cetho ini panjang. Jalan sekitar 1 jam tibalah di pos 1, disini terdapat sebuah shelter yang lumayan buat istirahat, vegetasi di pos 1 juga masih sedikit terbuka.

Pos 1 – Pos 2
Dari pos 1 ke pos 2 butuh waktu sekitar 1 jam. Pos 2 ini ada shelter juga, enak buat istirahat karena teduh dan sekitar shelter juga ada pohon tinggi besar yang dulu terakhir kesini diikat kain kuning, tapi kayaknya karena abis kebakaran kainnya ikut kebakar. Pos ini penuh kenangan sih, dimana tahun 2017 pernah nginep disini semalem tanpa tenda karena hujan deres. Suasana di pos ini emang paling beda dari pos lainnya, dan kemarin waktu perjalanan turun ada cerita sendiri di pos ini.

Pos 2 – Pos 3
Mulai disini perjalanan udah makin nanjak, trek masih tanah dan vegetasi udah makin rapat. Jalan santai sekitar 1 jam tiba juga di pos 3. Selain ada shelter di pos ini juga ada pipa air yang bisa dijadikan sumber air para pendaki, airnya jernih dan bener-bener seger! Cocok buat bikin nutris*ari dan di pos ini juga banyak spot-spot untuk bikin tenda.
Di pos ini istirahat lumayan lama, bikin nutrisari sambil ngemil roti diskonan alfama*rt. Dari pos ini saya mulai bergabung dengan rombongan pendaki dari Karawang yang jumlahnya 7 orang. Jadilah rombongan kita 9 orang. Oke, pendakian lanjut lagi sekitar pukul 3 sore.

Pos 3 – Pos 4
Bisa dibilang trek antar pos ini yang paling berat, nanjak terus dan jarang banget ada trek landai. Vegetasi juga mulai agak berubah lebih terbuka kalau dibandingin pos 2 ke pos 3, suara batang pohon yang saling bergesekan kena angin dan suaranya “kreeettt” jadi pembeda di trek pos-pos sebelumnya. Jadi kalau denger suara ini waktu kesini, jangan kaget ini cuma pohon.
Setelah nanjak dengan trek yang sedikit berlumpur karena emang lagi musim hujan, sekitar jam 4 sore sampe juga di pos 4. Spot camp disini gak sebanyak di pos 3, cuma ada lahan yang cukup buat 1-2 tenda disekitar shelter. Awalnya mau langsung lanjut pos 5 biar gak kemaleman sampai tempat camp, tapi kaki berkata lain “istirahat disini kayaknya asik juga”. Setengah jam, sejam, dan akhirnya sekitar 2 jam saya disini karena rebahan dan keasyikan ngobrol dengan pendaki lainnya.
Perjalanan pun lanjut sehabis maghrib, siap-siap lagi karena kilat udah menyambar di kejauhan tanda sebentar lagi hujan.

Pos 4 – Pos 5
Trek dari pos 4 dan pos 5 di awali dan di akhiri tanjakan, di tengah-tengahnya bakal banyak trek landai yang bikin kaki kerja agak santai. Setelah tanjakan terakhir sabana bulak peperangan mulai kelihatan, tapi karena waktu itu malam dan kabut jadi ya gak kelihatan. Sempat hilang arah sebelum pos 5 karena kabutnya tebel banget, senter pun gak tembus. Akhirnya jalur jadi muter dikit, padahal harusnya lurus aja udah sampai. Sekitar 1,5 jam tiba di pos 5 bulak peperangan dengan cuaca gerimis. Pos 5 ini banyak spot buat tenda karena emang sabana, dan pos ini juga yang paling hits karena keindahannya.
Hujan datang pas banget kita lagi gelar tenda, buru-buru pasang tenda walaupun dalam tenda akhirnya kayak kolam lele. Yah setelah nguras tenda, makan, minum anget-anget, lanjut tidur. Malem itu bener-bener dihantam badai yang gak berhenti-berhenti.


Pos 5 – Gupakan Menjangan
Siangnya lanjut jalan lagi mulai dari pos 5 ke gupakan perjalanan mulai banyak landainya, tanjakan hanya sesekali, dan kiri kanan sabana yang luas, perjalanan mungkin Cuma setengah jam. Sesuai namanya di gupakan menjangan katanya banyak menjangannya, dan benar aja beruntung juga bisa lihat menjangan yang lari karena liat kita.
Gupakan menjangan ini sabana yang lebih luas dari bulak peperangan, disini juga ada telaga yang bisa jadi sumber air. Untuk tempat camp biasanya pendaki milih di bukit sebelum telaga karena banyak pohon untuk menghindari angin.

Gupakan Menjangan – Pasar Dieng
Jalan terus landai melewati sabana sampai nanjak dikit sebelum masuk pasar dieng. Selalu ikutin petunjuk yang ada di jalur, karena di pasar dieng ini banyak jalur yang bercabang. Pasar dieng ini adalah hamparan batu yang jadi cagar budaya, jadi jangan batu-batu disini jangan dipindahin apalagi diambil.

Pasar Dieng – Mbok Yem
Pasar dieng dan warung mbok yem ini udah deket banget, mungkin cuma sekitar 15 menit. Sampai lah di hargo dalem, disini sebenarnya gak cuma warung mbok yem tapi banyak juga warung-warung lainnya. Warung mbok yem ini cukup besar dan luas, mungkin bisa nampung sampai puluhan pendaki atau mungkin ratusan. Mampir di warung mbok yem buat isi tenaga dan neduh, karena kebetulan waktu itu juga masih ujan deres. Makan nasi pecel+telur dan minumnya teh anget, harga total 18.000.
           
Mbok Yem – Puncak Hargo Dumilah
Kalo cerah puncak sebenarnya udah kelihatan dari mbok yem. Untuk naik ke puncak ada 2 jalur, yang pertama arahnya dari mbok yem tinggal lurus tapi jalannya nanjak, cocoknya sih buat turun. Kedua bisa lewat bagian belakang warung mbok yem, disitu treknya gak terlalu terjal dan lebih santai.
Perjalanan sekitar 15 menit dan akhirnya sampai juga di puncak Lawu untuk ketiga kalinya. Foto-foto sebentar karena waktu itu anginnya lumayan kencang dan juga berkabut, bahaya kalo lama-lama di puncak.


***
Waktu turun rombongan kita baru tahu kalau ternyata semua jalur pendakian gunung Lawu ditutup karena cuaca buruk.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Estimasi Biaya ke Semeru dari Yogyakarta

Berkelana di Tanah Madura